Rabu, 02 Desember 2015

Menjadi Garam dan Terang Dunia bagi Masyarakat

Masyarakat di Indonesia merupakan masyarakat dengan corak budaya yang sangat prural. Hal ini disebabkan karena beranekaragam suku bangsa dan agama dari Sabang hingga Merauke dapat hidup saling berdampingan. Maka dari itu, negara Indonesia memiliki prinsip atau ideologi yang sangat kuat agar persatuan dan kesatuan dari berbagai macam suku dan budaya tetap kokoh. Negara Indonesia dengan lambang burung Garuda ini memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti ‘berbeda-beda tapi tetap satu’. Maka dari itu, tidak ada alasan bagi setiap masyarakat untuk tidak melaksanakan nilai-nilai luhur di dalam Pancasila. Sikap toleransi antarumat beragama khususnya, merupakan ciri khas bangsa yang seharusnya dilaksaksanakan oleh siapa saja yang terlahir sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

Injil merupakan warisan bagi umat Katolik dari Tuhan sendiri untuk menyebarkanluaskan nilai-nilai luhur cinta dan kasih Allah kepada sesama manusia. Nilai-nilai cinta kasih ini tidak hanya tertulis dan tercantum saja di dalam Alkitab, namun harus diterapkan secara sadar oleh umat yang menjadi pelaksana cinta dan kasih Kristus. Untuk menerapkan Injil kepada manusia, pertama-tama yang harus dilaksanakan lebih dahulu adalah pemantapan iman secara pribadi kepada Kristus dengan berpatok pada hukum yang pertama dan utama; “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (bdk. Matius 22:37).  Setelah melaksanakan perintah yang utama dari Tuhan Yesus, seharusnya umat mampu melaksanakan hukum yang kedua berkenaan dengan sesama; “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (bdk.Matius 22:39). Dikatakan pula di dalam injil bahwa hukum kedua ini adalah ‘sama’ dengan hukum yang pertama. Ini berarti bahwa kasih kepada Allah dan manusia sama-sama penting dan perlu mendapatkan perhatian lebih bagi umat Katolik.

Pertama-tama sadarilah diri terlebih dahulu bahwa sesungguhnya setiap pengikut atau murid Kristus adalah garam dan terang dunia (bdk. Matius 5:13-16). Sebagaimana garam merupakan bumbu dasar dari segala macam masakan, begitu juga setiap pengikut Kristus menjadi perwujudan hidup Injil bagi sesama manusia. Garam tetap asin sekalipun ia dicampurkan ke dalam masakan yang akan diolah menjadi makanan yang lezat. Demikian pula priabadi pengikut Kristus sendiri yang berbaur di tengah masyarakat, tidak mudah terpengaruh oleh banyaknya godaan dan tantangan duniawi di sekitar. Sebagai murid Kristus haruslah senantiasa konsisten dengan dasar kuat yaitu iman kepada Kristus. Sehingga apapun yang mencoba menggoyahkan iman, umat tetap teguh dalam pengharapan dan kasih. Selain itu, pengikut Kristus juga merupakan terang dunia, yang menerangi setiap orang agar orang lain bisa melihat terang itu. Selayaknya terang yang bersinar di antara gelap, sehingga gelap takkan pernah menguasai terang. Hendaknya murid Kristus menjadi teladan baik yang diumpakan sebagai terang itu di tengah hirup pikuk masyarakat di manapun berada. 

Hal yang menjadi penghambat pewartaan kabar Injil di tengah masyarakat adalah kurangnya sikap kerendahhatian. Banyak orang dewasa ini lebih mementingkan kepentingan diri sendiri. Sikap mencari keuntungan pribadi cenderung menjadi kedok orang-orang banyak dalam memberikan kebaikan bagi sesamanya. Bagi orang yang kurang rendah hati, memberi adalah suatu kewajiban dengan harapan mendapatkan imbalan. Sedangkan bagi orang yang rendah hati lebih banyak mencari kepentingan bersama. Selain itu, sikap egois dan memaksakan kehendak pada orang lain merupakan salah satu bentuk kurangnya kerendahhatian. Memunculkan pribadi terlalu menonjol atau dominan telah mematikan banyak hal-hal baik. Ini dikarenakan oleh pembenaran diri yang ditonjolkan bukan sikap terbuka dalam menerima pendapat orang lain. Sedangkan setiap pengikut Kristus diharapkan mau terbuka dan mendengarkan pendapat orang lain (bdk. Mat 13:9). Kesombongan rohani yang cenderung menonjolkan kepribadian diri sendiri tidak dapat menghidupi Injil dan terang kasih Kristus. Tuhan Yesus sendiri meminta kepada umatnya untuk merendahkan hati agar tidak jatuh oleh karena sikap sombong tersebut. 

Masyarakat masih belum menyadari pluralitas dan toleransi. Sikap tidak mau mengalah, merasa hebat dan benar cenderung mendasari hal ini. Bahkan pemuka agama banyak yang menyerukan antitoleransi terhadap agama yang lain. Jarang terjadi dialog antar agama yang memilih jalan perdamaian agar umat saling membantu dan bersatu dalam menjaga keutuhan negeri ini. Maka sebagai umat beragama harusnya saling toleransi dan tolong menolong serta saling mengampuni sebagaimana Allah telah mengampuni setiap manusia antara satu dengan yang lain. (bdk. Ef. 4:32). Namun hal ini merupakan hal sulit untuk diterapkan mengingat banyak orang lebih sering melakukan pembenaran dirinya sendiri.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan agar dapat menghidupi Injil di tengah masyarakat. Hal yang paling pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan pertobatan setiap hari. Agar dapat menutup segala macam celah yang memungkinkan manusia masuk dalam cobaan dan godaan dunia, harus senantiasa mempertobatkan diri setiap saat. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan berdoa dan hening. Ketika mendekatkan hubungan kepada Kristus, manusia memohon rahmat Allah agar ia memiliki kekuatan untuk menghadapi setiap tantangan dan cobaan di dalam hidup. Kebanyakan orang akan memilih menghindari masalah-masalah hidup padahal hal tersebut merupakan cara untuk mendewasakan diri dan ujian dalam mengandalkan Tuhan di setiap permasalahan. Maka dari itu, jangan meminta masalah untuk lenyap tetapi mintalah kekuatan agar masalah tersebut dapat dihadapi bersama penyertaan Tuhan. Langkah selanjutnya adalah mencari kebenaran itu sendiri. Kebenaran yang tentunya berasal dari Kristus untuk memperdalam iman dan pengetahuan tentang Injil sendiri. Apabila dalam pendalaman iman itu seseorang mengalami kebingungan, maka jalan yang paling bijak adalah berkonsultasi dengan Imam atau Pastor. Setelah memahami dan memperdalam pengetahuan tentang iman dan Injil, maka kita siap untuk menerapkannya  di dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi saksi Kristus sebagaimana tugas setiap umat Katolik dan karya keselamatan Kristus sejak pembatisan diterima yaitu Imam, Nabi dan Raja. Imam yang senantiasa hidup kudus di dalam setiap ritus doa baik liturgi, sakramentali khususnya Ekaristi dan sakrament tobat. Nabi yang senantiasa hidup penuh kasih kepada Allah dan sesama dengan hidup bersaudara di dalam Yesus Kristus atau kepada siapa saja yang belum mengenal Kristus. Serta menjadi Raja yang rendah hati dan selalu melayani setiap hari di manapun berada. Dengan emancarkan cahaya cinta dan kasih kepada sesama tanpa memandang bulu, orang telah menghidupi injil di tengah-tengah masyarakat.

Spiritualitas adalah kunci untuk menghidupi Injil di dalam masyarakat. Spiritualitas merupakan pegangan kuat yang dapat digunakan oleh setiap orang Katolik dalam menghayati kehidupan imannya sehari-hari. Secara harafiah, spiritual merupakan kebijaksanaan yang berhubungan dengan kesadaran kecerdasan abadi dan tertinggi yang mendasari serta mencerahi segala fenomena alam semesta raya ini. Salah satu contoh tarekat yang menghidupi injil sebagai spiritualtias adalah Fransiskan yang didirikan oleh Santo Fransiskus dari Asisi. Para Fransiskan menghidupi Injil dengan menekuni secara mendalam mengenai cara hidup Kristus dan murid-muridnya di dalam persaudaraan yang erat. Santo Fransiskus benar-benar mengikuti cara hidup yang ditawarkan oleh Injil sepenuhnya, meninggalkan kekayaan dan kesenangan duniawi hingga akhirnya memilih hidup dalam kemiskinan untuk melayani sesamanya. Selain Fransiskan, tarekat lainnya juga menghidupi Injil dengan penuh sukacita seperti Pasionis, Carmelit, Dominican dan sebagainya. Selain tarekat selibat ada juga tarekat awam yang menghidupi Injil dalam kehidupannya sehari-hari yani ordo ketiga awam (sekular). Fransiskan dan Dominikan adalah salah satu tarekat yang memiliki ordo ketiga bagi kaum awam. Ordo Fransiskan Sekular (OFS) atau Fransiskan awam secara umum memiliki cara hidup yang sama dengan Fransiskan lainnya baik Ordo Pertama (OFM) dan Ordo Santa Clara (OSC) namun memiliki tugas yang berbeda di dalam prakteknya. Spiritualitas itulah yang dapat membantu setiap orang dalam mempraktekkan cara hidup yang diinginkan Kristus.

Komitmen pribadi harus sejalan dengan kehendak Allah. Manusia cenderung mengarahkan hidupnya kepada keinginan pribadi atau kehendak diri. Doa-doa yang lebih banyak dipanjatkan cenderung memohon segala keinginan yang hendak diutarakan kepada Tuhan. Tidak jarang juga, orang meminta kepada Tuhan hal-hal yang indah dan berusaha menghindari berbagai masalah sehingga terlihat begitu egois dan memaksa. Hal yang sering dilupakan oleh banyak orang adalah bersyukur. Dengan mengucapkan syukur, orang sesungguhnya telah menghidupi Injil secara mendasar dalam kehidupan sehari-hari (bdk. 1 Korintus 1:4). Sebagaimana Kristus dalam doa Bapa Kami senantiasa mengajarkan untuk bersyukur dan meminta hal yang menjadi kebutuhan bukan keinginan semata. Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga. Dengan meletakkan hidup sesuai dengan rencana Tuhan, orang akan mampu menghidupi Injil sesuai dengan kehendak-Nya pula. 

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa keputusan untuk menghidupi injil dengan mempersembahkan diri secara total kepada Tuhan dan sesama perlu dipertegas. Hal ini bertujuan agar senantiasa memiliki ikatan kuat pada komitmen untuk menghidupi Injil dalam kehidupan bermasyarakat. Tidak takut bersaksi sebagai murid Kristus di tengah-tengah dunia sebagaimana perutusan para murid Kristus Yesus bagi dunia. Selain itu, tantangan dan godaan harus tetap dihadapi dengan kerendahanhati. Melalui cara hidup doa dan tekun serta sikap mengandalkan Tuhan sebagai jawaban setiap permasalahan. Murid-murid Kristus tidak boleh membeda-bedakan dalam memberikan kebaikan kepada sesama manusia karena antara manusia satu dengan yang lain merupakan ciptaan yang serupa dengan Allah. Meskipun hidup di dalam tekanan dan diskriminasi, hendaknya semua murid Kristus harus selalu bersyukur dan tetap menebarkan kebaikan sebagaimana ajarkan melalui Injil kepada umat manusia. Mempertegas diri untuk mengandalkan Injil dalam kehidupan masyarakat dapat dilakukan dengan memegang suatu spiritualitas. Hindarilah sikap foya-foya dan mabuk-mabukkan yang sering menggoda di masa sekarang ini agar selalu hidup kudus dari segala pencemaran yang dapat merusak diri. Utamakan pada kepentingan bersama di atas segala kepentingan pribadi agar  mampu menyikapi berbagai hal dengan penuh rendah hati. Pada akhirnya itu semua akan membawa semua orang yang menghidupi Injil sampai kepada rahmat Allah yakni damai dan sukacita yang sangat diidam-idamkan dalam kehidupan bermasyarakat. Jadilah garam dan terang dunia bagi sesama kita untuk hidup bermasyarakat yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

author
Fransiskus Febri - Ketua OMK 2018-2021
Your actions inspire other to dream more, learn more, do more and become more.